Selasa, 3 Nopember 2020, bertempat di Hotel Aston Kuta Bali. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Bali menggelar acara “NGOPI COI” (Ngobrol Pintar Cara Orang Indonesia).
Dalam Laporannya, Ketua Panitia dalam hal ini Kepala Bidang Media dan Hukum Drs. Emanuel Oja menyampaikan ‘Ngopi Coi’ melibatkan, mahasiswa atau Pers Kampus dari perguruan tinggi di Bali, para Babinsa dan Babinkamtibmas, para YouTubers dan wartawan. Acara Ngopi Coi tersebut dibagi dalam dua sesi, sesi pertama adalah talk show yang disiarkan secara langsung oleh RRI Denpasar serta Live streaming youtube dan sesi kedua, adalah penyampaian Materi Literasi Media oleh Mantan Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo.

Selanjutnya Kegiatan dibuka oleh Ketua FKPT Bali I Gusti Agung Ngurah Sudarsana, SH.,MH. Dalam sambutannya Beliau menyampaikan kegiatan ini bertujuan
- Memberikan pemahaman kepada berbagai elemen masyarakat, khususnya aparatur Kelurahan dan Desa, Penegak Hukum, awak media massa pers, dan generasi muda, mengenai pentingnya peran media dalam upaya pencegahan terorisme;
- Memberikan pemahaman kepada berbagai elemen masyarakat, khususnya aparatur Kelurahan dan Desa, awak media massa pers, dan generasi muda, mengenai dampak negatif internet sebagai salah satu sarana penyebarluasan paham radikalisme dan terorisme;
- Memberikan gambaran secara jelas kepada berbagai elemen masyarakat khususnya aparatur Kelurahan dan Desa, awak media massa pers, dan generasi muda, mengenai terorisme di Indonesia, meliputi ancaman, kerawanan, hingga perkembangannya, sebagai bagian dari kewaspadaan bersama dalam upaya pencegahan;
- Mendorong berbagai elemen masyarakat, khususnya aparatur Kelurahan dan Desa, Penegak Hukum, awak media massa pers, dan generasi muda, untuk lebih bijak dalam mengolah informasi dari berbagai media, sehingga mampu menimbulkan daya cegah dan tangkal terhadap penyebarluasan paham radikalisme dan terorisme.

Pemaparan Materi yang disampaikan Mantan Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo dengan membawakan literasi media. mengatakan, media dapat menjadi sarana untuk menyebarkan paham radikalisme dan terorisme. Di Indonesia, hal ini sangat rentan dan masih sulit dikontrol. Isu hoax oleh Medsos dan kemudian dipakai oleh media mainstream untuk dijadikan berita.
“Saat ini kita perlu waspada. Media online atau internet adalah alat propaganda ide-ide radikalisme dan terorisme yang paling efektif. Dalam beberapa kasus aksi terorisme di Indonesia, hal ini sudah terbukti. Fasilitas seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, Telegram, Line, Blogspot, YouTube adalah media sosial yang sering dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk penyebaran ide-ide radikal,” ujarnya.
Dalam konteks Indonesia, hal ini harus menjadi atensi khusus. Sebab, Indonesia adalah negara pengguna medsos terbesar di dunia. Facebook misalnya, Indonesia adalah pengguna terbesar nomor 3 di dunia. WhatsApp di Indonesia paling populer di dunia. Twitter, Indonesia pengguna terbesar dunia.

“Saya pernah mengirim naskah ke Australia pakai Wa. Lalu saya diminta untuk mengirim ulang pakai email karena di Australia, orang tidak banyak menggunakan Wa,” ujarnya. Data sensus penduduk Januari 2020 menunjukan, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 272,1 juta. Sementara jumlah HP di Indonesia sebanyak 338,2 juta. Artinya, rata-rata perorang menggunakan lebih dari satu HP dan sudah pasti mereka menggunakan internet. Belum lagi Indonesia saat ini ada 47.300 media.
“Itulah sebabnya kita perlu membedakan mana yang informasi dari Medsos, dan mana yang informasi dari media mainstream. Medsos tidak menggunakan cara kerja jurnalistik dan informasinya cenderung hoax dari pada benarnya. Mari kita seleksi,” ujarnya.
(dmop)